Kamis, 05 Mei 2016

Filosofi Man and. MACHINE

Filosofi Man and Machine dalam Balapan Dimas Ekky dan Andi Gilang

Filosofi Man and Machine dalam Balapan Dimas Ekky dan Andi Gilang
Jakarta -Dalam dunia balap a
da semacam filosofi "man and machine"; faktor mesin dan faktor manusia yang menggunakan. Demi meraih hasil sebaik mungkin, titik keseimbangan harus ditemukan; sebuah harmoni. Dua pebalap Indonesia, Dimas Ekky dan Andi Gilang, tampaknya masih berproses menuju hal ini.

Mesin merupakan hasil kerja banyak orang di satu tim dan idealnya menjadi senjata mematikan untuk penggunanya. Sulit rasanya membayangkan Valentino Rossi, Marc Marquez, Jorge Lorenzo, Lewis Hamilton, atau Sebastian Vettel bisa juara dunia tanpa sokongan mesin jempolan. Tapi mesin setangguh apa pun takkan banyak berarti jika tidak berada di tangan sosok yang dapat menggunakannya dengan tepat.

"Jadi dalam balapan itu ada faktor mesinnya dan pebalap. Mesin itu terdiri dari aspek kuantitatif; data dan segala macamnya. Pebalap itu aspek kualitatif; soal mood, 'rasa', karena tiap pebalap pasti berbeda gaya, bahkan mulai dari posisi berkendaranya, sehingga tiap pebalap pasti beda-beda," ujarSenior Manager Safety Riding dan Motorsport PT AHM, Anggono Iriawan, dalam obrolan santai dengan detikSport dan Kompas di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, pada akhir pekan.

"Pengukuran suhu lintasan, ban, melihat data motor, itu bagian dari kuantitatif. Bagian dari mengumpulkan data dan memberi setting-an terbaik untuk pebalap di sirkuit. Semua terukur. Di sisi lain ada aspek kualitatif dari pebalapnya. Bagaimana ia kemudian merasakan mesinnya di lintasan. Pada akhirnya kemudian adalah mencari titik tepat dari kedua aspek itu. Terkadang ada kalanya rider merasa sudah melaju dengan oke padahal saat melihat catatan waktu tidak demikian. Begitu juga sebaliknya," tuturnya.

Bak filosofi kehidupan, ketika seseorang harus menemukan ekulibirium dari hasrat keinginan dan akal pikiran, pun demikian dunia balapan. Keseimbangan dan harmoni harus dapat dicapai; sebuah mesin mumpuni yang diatur setepat mungkin untuk penggunanya, yang kemudian juga harus mampu mengatur diri dan memaksimalkan amunisi yang sudah ia miliki.

"Maka kuncinya adalah bagaimana menemukan titik tepat, dengan tim menilai mesin yang diberikan sudah sesuai secara kuantitatif. Dan rider, aspek kualitatifnya, pun merasa kalau hal itu sudah membuat dirinya bisa melaju dengan mantap di sirkuit," urai Anggono.



Sehubungan dengan filosofi tersebut performa Dimas dan Gilang dalam seri pertama FIM CEV 2016 di Valencia, Minggu (18/4/2016), tampak belum memperlihatkan adanya harmoni yang tepat sebagaimana sebuah situasi ideal dalam balapan.

Gilang, yang baru musim ini turun di FIM CEV pada kelas Moto3 Junior World Championship, menyudahi Race 1 dan Race 2 dengan crashpada putaran pertama masing-masing balapan.

"Hari ini saya buat belum bisa menunjukan perfomance, namun race selanjutnya mempersiapkan diri saya lebih baik lagi," ucap Gilang, memberi indikasi bahwa dirinya pribadi memang belum bisa tampil sebagaimana diharapkan.

Sementara itu Dimas, yang tampil di kelas Moto2 European Championship, mengalamicrash pada Race 1 kendatipun sempat menempel empat pebalap terdepan sebelum insidennya. Dimas mengaku dirinya memang melakukan kekeliruan.

Sedangkan di Race 2, Dimas mencuri perhatian dengan menyalip sekitar 13 rider. Sayang, itu terjadi setelah di awal balapan motornya mengalami masalah elektrik sehingga harus start dari jalur pit di posisi buncit --alih-alih start dari posisi sebenarnya, yakni sembilan. Ia pun harus puas dengan menempati posisi finis 15 kendatipun sudah memperlihatkan perjuangan maksimal.

"Untuk Dimas, kombinasi kualitatif dan kuantitatifnya ada masing-masing hal. Race 1 dia jatuh. Sedangkan Race 2 masalahtechnical," ujar Anggono usai balapan.



Ya, Dimas dan Gilang tampak memang belum menemukan apa yang diperlukan terkait filosofi"man and machine" itu dalam balapan FIM CEV 2016 di Valencia. Tapi toh itu baru balapan pertama musim ini. Masih ada ruang buat keduanya untuk berproses di ajang yang disebut-sebut sebagai "pabrik rider" MotoGP itu -- mengingat banyaknya rider MotoGP yang pernah mencicipi ajang tersebut, semisal Pol Espargaro, Maverick Vinales, Alex Rins, Luis Salom, Scott Redding, Tito Rabat, Dani Pedrosa, Jorge Lorenzo, atau Marc Marquez.

Untuk Gilang, masih ada tujuh seri menanti dengan yang terdekat adalah Le Mans pada 7 Mei mendatang. Sedangkan buat Dimas, enam seri sudah menunggu dengan Aragon pada 29 Mei menjadi yang paling dekat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar